Jurnal Maritim| 20 Maret 2019
Sebagian besar kecelakaan kapal disebabkan oleh pemuatan (termasuk lashing) yang buruk. Kejadian kapal terbalik saat loading di dermaga bukan tidak sering terjadi. Penyebab utamanya adalah pemuatan kargo (stowage) yang tidak memperhitungkan aspek stabilitas kapal.
Tidak hanya saat sandar, kapal dengan pemuatan asal-asalan sering menjadi penyebab kecelakaan saat kapal berlayar terutama menghadapi gelombang tinggi. Pada beberapa kecelakaan kapal Ferry Roro, kesalahan stowage menjadi faktor yang mempercepat kapal terbalik.
Di dalam negeri, tergulingnya KM BJL 1 di Dermaga 107 Pelabuhan Tanjung Priok (2014), dan kecelakaan KMP Rafelia (2016), merupakan contoh dari buruknya pemuatan (stowage). Terhadap ini, dokumen KNKT menyebutkan beberapa penyebabnya, yaitu: (1) tidak dilakukan pemeriksaan ulang atas perhitungan stabilitas kapal; (2) tidak dijalankan prosedur pemuatan sejak penimbangan berat muatan hingga pembuatan dokumen manifes; (3) kurangnya pemahaman tentang stabililitas kapal, sehingga tindakan dalam menghadapi kapal miring menjadi tidak tepat; (4) pada prakteknya, perhitungan stabilitas kapal tidak dapat dilakukan karena waktu sandar yang terbatas dan ketiadaan data berat kendaraan (kasus kapal Roro).
Bukan berarti selama ini perhitungan stabilitas saat loading tidak disyaratkan oleh IMO (melalui SOLAS). Namun, perhitungan secara manual seringkali menghasilkan akurasi yang buruk dan membutuhkan waktu yang lama. Akibatnya, pada banyak kasus di lapangan, stowage plan dihadirkan tanpa dan bahkan sama sekali tidak menghitung aspek kestabilan kapal.
Instrumen Stabilitas
Akhirnya, berkembanglah solusi berupa aplikasi stowage planning, sekaligus menjadi instrumen stabilitas yang berguna memastikan seluruh persyaratan stabilitas kapal dapat terpenuhi.
Penggunaan instumen stabilitas sudah mandatory per tahun 2016, oleh IMO melalui MSC dan MEPC. Secara bertahap, mulai dari kapal jenis tanker (liquid, gas, chemical), kemudian kapal penumpang, Ferry Roro, Kontainer dan lainnya.
Pemerintah RI melalui Kemenhub belum mewajibkan Instumen Stabilitas pada kapal Indonesia, meskipun Indonesia sudah meratifikasi SOLAS dan MARPOL. Padahal, Kapal berbendera Indonesia yang tidak dilengkapi instrumen ini, tidak bisa berlayar ke luar negeri.
Aplikasi istow
iStow adalah sebuah merk instrumen stabilitas atau stowage planning software buatan Indonesia. Aplikasi ini lahir dari penelitian Laboratorium Telematika Transportasi Laut, Departemen Teknik Transportasi Laut di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), yang sekarang telah menjadi produk komersil.
Karena ITS sebagai lembaga riset dan pendidkan tidak bisa menjadi produsen barang komersial, maka sejak akhir Desember 2018 lalu, iStow di-spin-off. Produksi iStow ditangani oleh PT Pranala
Digital Transmaritim (PDT), yang didirikan oleh dua orang dosen ITS, Dr.-Ing. Setyo Nugroho dan
Prof. Eko Budi Djatmiko, serta seorang programmer, Zainal Abidin, S.Kom.
“Keypoints nya adalah perhitungan stabilitas dengan cepat dan akurat, konsistensi data muatan (manifest) terjamin, dan dapat bersinergi dengan sistem lain”, kata Dr. Setyo Nugroho kepada Redaksi.
Melalui istow, pembuatan stowage plan kapal lebih cepat dan akurat, perhitungan stabilitas dan longitudinal strenght kapal lebih presisi, artinya tingkat keselamatan kapal meningkat; serta dokumen clearance: manifest, bayplan, stowage plan, stability claculations dapat di-generate secara otomatis dan akurat.
iStow merupakan produk dalam negeri pertama yang memenuhi standard industri nasional dan internasional. Menurut Yoyo, demikian panggilan akrabnya, istow sudah memperoleh sertifikasi BKI (2017), ClassNK (2018), Indian Register of Shpping/ IRS (ongoing), dan Registro Italiano Navale/ RINA (ongoing).
“Kami tentu tidak bisa sentimental terus, bahwa ini buatan dalam negeri. Produk kami harus memenuhi standard industri nasional dan internasional. Oleh sebab itu, kami terus mengejar sertifikasi internasional, tahun 2019 ini rencana dengan Lloyd’s Register (LR)”, jelas Yoyo.
Lebih lanjut, Yoyo menjelaskan keunggulan iStow pada proses clearance in dan out, yang menjadi jauh lebih cepat dan akurat.
Stowage plan yang dibuat kapal bisa diikuti live oleh syahbandar. Begitu stowage plan selesai, syahbandar bisa memeriksa perhitungan stabilitasnya dengan indikator warna merah, kuning, hijau. Jika sudah OK, tinggal approve. Surat Pemberitahuan Berlayar (SPB) bisa langsung diterima kapal, port captain, pelayaran online. Integritas manifest terjaga dengan baik.
Perhitungan stabilitas yang dapat pertanggungjawabkan dan integritas manifest juga sangat penting pada saat investigasi kecelakaan kapal.
“Saat ini sebagian besar proses stowage planning kapal dilakukan manual, seperti dengan excel. Sangat rawan kesalahan. Manifest kapal dapat “diubah2″. Dampaknya, klaim asuransi tidak memuaskan, dan menyebabkan premi asuransi pelayaran Indonesia menjadi tinggi”, ungkap Yoyo.
Keandalan Konektivitas Maritim
Sementara ini, hanya kapal berbendera merah putih yang berlayar ke luar negeri saja yang
memasang stowage planning software termasuk iStow. Piranti lunak ini sudah digunakan oleh Samudera Indonesia, Pertamina Shipping, Galangan Dok & Perkapalan Surabaya, ASDP Indonesia Ferry dan Bitumen Marasende. Pelayaran dan pengguna lainnya mungkin sudah menggunakan solusi serupa buatan produsen luar negeri.
Indonesia sudah meratifikasi SOLAS dan MARPOL berikut amandemennya. Sudah seharusnya Indonesia mewajibkan penggunaan aplikasi stowage planning untuk kapal-kapal Indonesia. Yang lebih penting, ini menyangkut keandalan angkutan laut dan konektivitas maritim nasional.
Sumber: https://jurnalmaritim.com/istow-aplikasi-stowage-planning-buatan-dalam-negeri/
#stowage_planning_software
#loading_software
#loading_instrument
#stability_instrument