Daur Ulang Kapal: Tantangan dan Perkembangan dalam 5 Tahun Terakhir

Ship Recycling Challenges and Developments in the Last 5 Years

Kapal Sedang Dibangun di Galangan Kapal (2024). Foto: Paul via Pexels.com

Daur ulang kapal adalah proses pembongkaran kapal yang telah mencapai akhir masa layanannya untuk memperoleh kembali bahan-bahan yang dapat digunakan kembali, seperti baja, aluminium, dan komponen elektronik. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya. Dalam lima tahun terakhir, perhatian terhadap daur ulang kapal meningkat seiring bertambahnya jumlah kapal yang siap didaur ulang dan semakin ketatnya regulasi terkait keselamatan serta standar lingkungan.

Perkembangan Regulasi dan Standar Global

Dalam hal regulasi, berbagai inisiatif telah diperkenalkan untuk memastikan proses daur ulang kapal dilakukan dengan aman bagi pekerja dan ramah lingkungan. Salah satu kesepakatan internasional utama adalah Hong Kong Convention for the Safe and Environmentally Sound Recycling of Ships (HKC), yang telah diratifikasi dan dijadwalkan mulai berlaku pada Juni 2023. Konvensi ini menetapkan standar global untuk pengelolaan limbah berbahaya dan perlindungan pekerja di fasilitas daur ulang kapal.

Selain itu, Uni Eropa mengadopsi EU Ship Recycling Regulation pada 2013, yang mulai berlaku pada akhir 2018. Regulasi ini mewajibkan kapal berbendera Uni Eropa untuk didaur ulang di fasilitas yang tercantum dalam European List of Approved Recycling Facilities. Regulasi ini melampaui ketentuan dalam Konvensi Hong Kong dengan menetapkan standar keselamatan dan lingkungan yang lebih ketat, termasuk pengawasan yang ketat oleh otoritas nasional dan Komisi Eropa.

Kapabilitas Global dan Tantangan Kapasitas

Salah satu tantangan utama dalam daur ulang kapal adalah kapasitas fasilitas daur ulang untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Menurut BIMCO, diperkirakan 15.000 kapal akan didaur ulang dalam dekade mendatang, yang mewakili sekitar 12,5% dari armada global. Dengan lebih dari 50% kapal dunia berusia di atas 15 tahun, kebutuhan akan fasilitas daur ulang yang memadai semakin mendesak.

Di kawasan Asia Selatan, termasuk India, Bangladesh, dan Pakistan, dominasi industri ini sangat terlihat, dengan kapasitas besar yang tersedia. Alang, India, adalah pusat daur ulang kapal terbesar di dunia, dengan 131 galangan operasi yang mampu menangani 4,5 juta ton bobot mati per tahun. Bangladesh, meskipun lebih kecil dibandingkan India, berperan penting dalam industri baja dengan memanfaatkan baja dari kapal yang didaur ulang. Di Pakistan, meskipun fasilitasnya tidak sebesar di India dan Bangladesh, reformasi terhadap standar keselamatan dan lingkungan terus dilakukan di lokasi seperti Gadani.

Alang Ship Breaking Yard

Alang Ship Breaking Yard. Foto: Kairi Aun/Alamy Stock Photo

Dampak Lingkungan dan Sosial

Daur ulang kapal tidak hanya memberikan manfaat ekonomi melalui penggunaan kembali baja dan bahan-bahan berharga lainnya, tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang perlu dikelola. Limbah berbahaya seperti asbes, PCB, dan minyak menjadi ancaman besar bagi lingkungan dan kesehatan manusia jika tidak ditangani dengan benar. Oleh karena itu, regulasi seperti Basel Convention telah diadopsi untuk mengontrol pergerakan limbah berbahaya antarnegara. Ban Amendment dari konvensi ini, yang mulai berlaku pada 2019, melarang ekspor limbah berbahaya dari negara-negara OECD dan Uni Eropa ke negara-negara berkembang yang sering menjadi tujuan daur ulang.

Masa Depan Daur Ulang Kapal

Dalam lima tahun terakhir, perhatian terhadap daur ulang kapal tidak hanya datang dari pemerintah dan regulator tetapi juga dari sektor swasta. Inisiatif seperti Responsible Ship Recycling Standards (RSRS)yang diperkenalkan oleh lembaga keuangan besar, bertujuan untuk mempromosikan praktik yang sosial dan lingkungan yang bertanggung jawab. Selain itu, munculnya platform digital seperti Ship Recycling Portal diharapkan dapat memfasilitasi pembelian dan penjualan kapal untuk keperluan daur ulang.Ke depan, pertumbuhan pesat armada global dan meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan akan mendorong perluasan kapasitas dan standar di fasilitas daur ulang. Negara-negara seperti India berencana untuk meningkatkan kapasitas daur ulang mereka guna memenuhi permintaan global yang terus meningkat. Dengan mulai berlakunya Konvensi Hong Kong pada 2023, harapan akan standar global yang lebih seragam dalam daur ulang kapal semakin meningkat.

Daur Ulang Kapal di Indonesia

Indonesia, meskipun tidak sebesar India atau Bangladesh dalam industri daur ulang kapal, memiliki peran penting di Asia Tenggara. Industri daur ulang kapal di Indonesia sebagian besar terkonsentrasi di Batam dan beberapa wilayah di Kepulauan Riau yang dekat dengan jalur pelayaran internasional yang sibuk. Industri ini memiliki potensi besar dalam memanfaatkan besi tua yang dapat digunakan kembali di industri domestik. Baja dari kapal daur ulang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur. Namun, sektor ini masih perlu meningkatkan standar keselamatan pekerja dan memperkuat regulasi lingkungan.Pemerintah Indonesia mulai memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan sektor daur ulang kapal yang lebih berkelanjutan. Beberapa kebijakan terkait pengelolaan limbah berbahaya dari kapal telah diterapkan melalui regulasi nasional, meskipun masih banyak yang perlu dilakukan untuk sejalan dengan standar internasional.Baca artikel ini di LinkedIn